Kamu mungkin sering mendengar istilah dietisien nutrisiois atau paling tidak, nutrisionis dan dietisien. Mungkin di antara kamu ada yang mengira kedua profesi ini sama persis, atau malah bingung apa bedanya sama sekali.
Banyak orang menganggap dua profesi ini sama. Padahal sebenarnya, ada perbedaan penting antara dietisien dan nutrisionis, terutama dari sisi pendidikan, kewenangan, dan pendekatan profesional mereka terhadap klien. Mengetahui bedanya bisa bantu kamu dapat pendamping yang paling pas sesuai kebutuhan.
Yuk kita bahas lebih dalam tentang apa sih perbedaan dietisien dan nutrisionis?, supaya kamu nggak salah pilih ketika butuh dukungan ahli di bidang gizi dan diet.
Apa Itu Dietisien?
Dietisien adalah profesional kesehatan yang telah menjalani pendidikan formal di bidang gizi dan dietetik, plus pelatihan klinis yang cukup intensif. Di banyak negara, termasuk beberapa wilayah di Asia, seseorang hanya bisa disebut sebagai dietisien setelah menyelesaikan program pendidikan yang terakreditasi dan menjalani internship atau praktek klinis yang disupervisi.
Di Indonesia, profesi dietisien lebih dikenal lewat istilah Ahli Gizi Klinis, yang umumnya bekerja di rumah sakit atau fasilitas kesehatan. Mereka ini bisa menangani kasus-kasus yang cukup kompleks, seperti pasien diabetes, gagal ginjal, kanker, atau gangguan makan.
Dietisien juga punya kewenangan untuk membuat intervensi diet secara spesifik, bahkan terkadang bekerja sama langsung dengan dokter untuk menyusun rencana nutrisi pasien.
Lalu, Siapa Itu Nutrisionis?
Sementara itu, nutrisionis adalah ahli gizi yang biasanya fokus pada promosi kesehatan secara umum, edukasi gizi, dan pencegahan penyakit. Banyak dari mereka bekerja di sektor non-klinis seperti di komunitas, sekolah, program pemerintah, atau bahkan brand makanan sehat.
Nutrisionis bisa memiliki latar belakang pendidikan yang beragam. Ada yang lulusan ilmu gizi murni, kesehatan masyarakat, hingga pelatihan-pelatihan sertifikasi gizi yang lebih pendek. Tapi perlu dicatat, nggak semua negara (termasuk Indonesia) punya regulasi ketat untuk istilah “nutrisionis”, jadi kadang gelar ini digunakan cukup bebas.
Walaupun begitu, peran nutrisionis tetap penting banget. Mereka yang sering jadi ujung tombak edukasi masyarakat soal pola makan sehat, diet seimbang, dan gaya hidup aktif.
Perbedaan Dietisien dan Nutrisionis yang Jarang Diketahui
Meski sering dianggap sama, ada beberapa perbedaan dietisien dan nutrisionis yang perlu kamu pahami, terutama dalam konteks profesional di Indonesia:
1. Pendidikan dan Kualifikasi
Ini perbedaan yang paling mendasar. Seorang dietisien di Indonesia wajib memiliki gelar Sarjana Gizi dan menyelesaikan pendidikan profesi dietisien, serta memiliki STR dan SIP.
Sementara nutrisionis secara umum merujuk pada lulusan Sarjana Gizi (S.Gz) saja, yang tidak wajib mengambil pendidikan profesi dietisien.
Semua dietisien adalah nutrisionis, tapi tidak semua nutrisionis adalah dietisien. Ibaratnya, semua dokter adalah tenaga kesehatan, tapi tidak semua tenaga kesehatan adalah dokter.
2. Lingkup Praktik dan Kewenangan
Dietisien memiliki kewenangan untuk melakukan asuhan gizi klinis, merancang diet terapetik untuk kondisi penyakit tertentu, dan memberikan konseling gizi yang lebih mendalam secara personal. Mereka adalah bagian dari tim medis.
Sedangkan nutrisionis lebih berfokus pada gizi masyarakat, promosi kesehatan, dan perencanaan menu secara umum.
Meskipun bisa memberikan saran gizi, mereka umumnya tidak memiliki kewenangan untuk merancang diet terapetik untuk pasien dengan kondisi medis yang kompleks.
3. Fokus
Dietisien fokus pada gizi klinis dan individu, seringkali dalam konteks penyakit. Sementara nutrisionis lebih berfokus pada gizi makro (masyarakat) dan pencegahan.
4. Regulasi
Profesi dietisien lebih ketat diregulasi dan membutuhkan lisensi praktik resmi. Ini penting untuk memastikan standar layanan dan keamanan pasien.
Jadi, ketika kamu mencari bantuan untuk masalah gizi yang kompleks atau terkait kondisi medis, mencari dietisien adalah pilihan yang lebih tepat. Mereka memiliki pelatihan khusus dan lisensi untuk memberikan terapi gizi klinis.
Jika kamu hanya mencari panduan gizi umum atau edukasi kesehatan, seorang nutrisionis juga bisa sangat membantu.
Supaya lebih mudah dipahami, kamu bisa lihat perbedaan keduanya lewat tabel berikut:
Aspek | Dietisien | Nutrisionis |
Pendidikan Formal | S1 Gizi + pelatihan klinis atau internship | S1 Gizi atau bidang terkait, bisa tanpa pelatihan klinis |
Fokus Kerja | Klinik, rumah sakit, intervensi penyakit | Edukasi masyarakat, promosi kesehatan |
Kewenangan Medis | Bisa berkolaborasi langsung dengan dokter | Tidak punya kewenangan klinis langsung |
Registrasi / Sertifikasi | Biasanya diwajibkan dan diawasi | Tidak selalu wajib tergantung negara |
Contoh Kasus yang Ditangani | Pasien penyakit kronis, pasca operasi | Konseling gizi umum, meal planning |
Di Indonesia, Gimana Pengaturannya?
Nah, secara resmi, di Indonesia pengaturan profesi ini memang masih dalam proses pengembangan lebih lanjut.
Saat ini, semua lulusan ilmu gizi bisa menyandang gelar Ahli Gizi dan berpraktik sebagai nutrisionis. Tapi untuk menjadi dietisien klinis dan praktik di rumah sakit, harus melalui pendidikan profesi gizi dan memiliki Surat Tanda Registrasi (STR).
Namun, banyak juga praktisi gizi yang menjalani pelatihan tambahan, seperti sertifikasi diet keto, plant-based, atau pelatihan khusus olahraga dan kebugaran. Walaupun itu bukan kualifikasi formal, tetap berguna banget selama dilakukan dengan pendekatan berbasis bukti (evidence-based).
Mana yang Sebaiknya Kamu Pilih?
Kalau kamu lagi bingung mau mulai dari mana dalam hal pola makan, penurunan berat badan, atau pengaturan diet sehari-hari, nutrisionis bisa jadi langkah awal yang ideal.
Mereka bisa bantu kamu pahami dasar-dasar gizi dan membentuk kebiasaan makan sehat tanpa harus terlalu teknis.
Tapi, kalau kamu punya kondisi medis spesifik, seperti kolesterol tinggi, asam urat, atau sedang pemulihan dari operasi, sebaiknya langsung konsultasi dengan dietisien. Mereka akan mampu menyusun rencana diet terapeutik yang sesuai dengan diagnosis medis kamu.
Kesimpulan
Meskipun sama-sama bergerak di bidang gizi, perbedaan antara dietisien dan nutrisionis cukup signifikan. Keduanya punya peran yang saling melengkapi, tapi juga punya batas kewenangan masing-masing.
Penting banget buat kamu untuk mengenali siapa yang kamu butuhkan, supaya bisa dapet bimbingan yang tepat. Karena pada akhirnya, kesehatan tubuhmu itu tanggung jawab yang nggak bisa diserahkan ke sembarang orang.
Program Body Transformation Camp dengan Bimbingan Nutrisionis
Body Transformation Camp adalah sebuah program yang dirancang untuk membantu individu dalam menurunkan berat badan dan melakukan transformasi tubuh secara menyeluruh. Program ini mencakup pendekatan yang terstruktur, mulai dari pola makan, aktivitas fisik, hingga pemantauan progres oleh tenaga profesional.
Salah satu keunggulan utama dari program ini adalah adanya bimbingan langsung dari nutrisionis. Peserta akan mendapatkan panduan diet yang disesuaikan dengan kondisi tubuh masing-masing, termasuk perhitungan kebutuhan kalori harian, pengaturan makronutrien, serta pilihan menu yang sesuai dengan tujuan program. Bimbingan ini bertujuan agar proses penurunan berat badan dapat berjalan secara aman dan berkelanjutan.
Fasilitas yang disediakan dalam program ini mencakup sesi latihan rutin, konsultasi berkala, evaluasi progres tubuh, dan akses ke materi edukatif seputar gaya hidup sehat. Semua elemen tersebut disusun untuk mendukung peserta dalam menjalani proses transformasi tubuh dengan pendekatan ilmiah dan berbasis data.
Program ini dapat diikuti oleh siapa saja yang ingin menjalani gaya hidup lebih sehat, menurunkan berat badan, atau meningkatkan kebugaran fisik secara umum. Tidak ada syarat khusus, dan peserta akan diarahkan sesuai dengan tingkat kebugaran masing-masing.
Body Transformation Camp menyediakan kerangka kerja dan pendampingan yang dirancang agar peserta bisa menjalani program dengan terarah dan sesuai kebutuhan tubuh mereka.